Rabu, 10 Juni 2009

MASLOW revisited: Membangun A ROAD MAP OF HUMAN NATUREIA

Journal of Management
Education
http://jme.sagepub.com
 
Dennis O'Connor 
Le Moyne College 
Leodones Yballe 
Nazareth College of Rochester 


Mengingat lingkup dan maksud dari Maslow dari pekerjaan, saat ini adalah buku yang ingin perawatan. Oleh karena itu, induktif latihan yang telah dibuat dan diberikan di sini untuk membangun "jalan peta alam manusia." Ini usia-tua, filosofis fokus kami benar alam telah berhasil cara untuk terlibat dan inspirasi para siswa dan kami pedagogi. Dalam semangat Maslow, makna diri actualization adalah dieksplorasi, dan pemahaman dan pengelolaan dari motivasi tertanam dalam konteks kepemimpinan yang lebih besar, misalnya, kualitas, spiritualitas, etika, kesadaran diri, dan pertumbuhan pribadi. 

Kata kunci: Maslow; aktualisasi diri; kepemimpinan; pedagogi; hierarki Kebutuhan 

Beberapa tahun yang lalu, kami mulai dari reexamine Maslow bekerja dengan menghargai mata: Apa yang terbaik dalam karyanya? Apa yang dia visi sifat manusia? Apakah dia berharap dapat melakukannya? Bagaimana Maslow dapat membantu siswa dalam pengembangan pribadi, dan sebagai manajer dan pemimpin masa depan? Kunjungan sumber asli, ilmiah common sense sering terlupakan (Patzig & Zimmerman, 1985), yang menyebabkan mata-pengalaman tersebut. Lebih panjang dan terlupakan dalam Maslow dari tulisannya, kita menemukan gambaran yang lebih holistik manusia dan alam yang lebih tujuan manajemen dan kepemimpinan. Kami telah berkembang kegembiraan marah oleh terbatas, dan sebagian tidak akurat, gambar yang kita lihat dalam buku ini. Artikel ini menjelaskan kekecewaan kami dan menjelaskan sebuah latihan untuk menyampaikan kalau yang kaya, lebih saling berhubungan, dan inspirasi dari gambar Maslow pekerjaan. Kami menawarkan tips untuk debrief aktivitas, untuk menyambung ke organisasi dan kepemimpinan, dan membimbing kami pedagogi. 


Catatan Penulis': Silakan ke alamat korespondensi Dennis O'Connor, dan Manajemen 
Kepemimpinan, 1419 Salt Sprints Road, Le Moyne College, Syracuse, NY 13214, e-mail: oconnor@lemoyne.edu. 

Journal of MANAJEMEN PENDIDIKAN, Vol. 31 No 6, Desember 2007 738-756 
Doi: 10.1177/1052562907307639 
© 2007 Organisasi Pengajaran Perilaku Masyarakat 


Peristiwa Treatment 
Semua Organisasi Perilaku (OB) buku memiliki motivasi yang meliputi bab singkat pada bagian dari hirarki Maslow dari kebutuhan, diagram depicting kemajuan yang ke atas mereka yang membutuhkan, dan bermanfaat kumpulan tips untuk memotivasi karyawan. Dua awal klasik yang menulis dalam manajemen yang solid untuk peluncuran ini penggunaan lebar. Douglas McGregor (1960) drew atas dari Maslow positif konsep dari potensi manusia dan hirarki dari kebutuhan dalam manajemen klasik, Human Side of Enterprise. Miliknya 
alasan, mirip dengan Schein's (2004) metaphor budaya sebagai gunung es, yang merupakan dasar, dan sering unexamined, kepercayaan dan asumsi mengenai sifat manusia lurked di bawah permukaan praktek manajemen. Teori Y dari McGregor, kumpulan positif kepercayaan bahwa orang-orang yang memiliki berbagai kebutuhan dan memilih untuk tumbuh dan memberikan kontribusi, merupakan dasar untuk semua modern inovasi dalam kepemimpinan dan manajemen. Maslow (1965) juga mengambil minat dalam penerapan psikologi humanistik melebihi satu-satu pada terapi untuk lebih besar 
usaha (organisasi dan pendidikan) yang lebih besar di mana jumlah orang dapat terpengaruh secara positif. 
Walaupun yang baik dari hirarki silsilah dan pengakuan luas, kami percaya bahwa saat ini buku perawatan menderita dalam tiga cara: (a) Maslow adalah misreported dan disalahfahamkan, (b) positif pesan undercut oleh referensi ke nonvalidating penelitian, dan (c ) hierarki kebutuhan yang diambil dari konteks dan ditawarkan dalam perspektif yang terlalu sempit, sehingga kehilangan nya asal dan semangat. 
Pada tahun 1985, dan Zimmerman Patzig mengingatkan tiga menyilau ketidakakuratan dalam standar teks. Awalan OB teks melaporkan bahwa Maslow telah ditemukan di Amerika masyarakat bahwa 85% dari kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, 70% dari keamanan, 50% dari kebutuhan sosial, dan ego dan self-actualization kebutuhan yang 40% dan 10% puas, masing-masing. 
Yang sebenarnya petikan dari Maslow (1943) dikutip dalam kritik mereka dinyatakan, Sejauh ini, kita diskusi teoretis mungkin memberi kesan bahwa lima set kebutuhan yang ada dalam stepwise, semua-atau-tidak ada hubungan satu sama lain. Kami telah diucapkan dalam istilah sebagai berikut: "Jika satu harus puas, kemudian muncul yang lain." Pernyataan ini mungkin memberikan kesan bahwa salah satu perlu harus 100% puas sebelum berikutnya perlu muncul. Dalam fakta yang sebenarnya, sebagian besar anggota masyarakat yang biasa adalah sebagian puas dalam segala kebutuhan mereka dan sebagian puas dalam segala kebutuhan mereka pada waktu yang sama. Yang lebih realistis keterangan hirarki akan menurun dari segi persentase kepuasan seperti yang kita naik melebihi dari yang hirarki. Misalnya, jika saya dapat menetapkan angka acak untuk kepentingan ilustrasi, 
itu seolah-olah warga yang rata-rata 85% puas. (pp. 388-389) 

Jelas bahwa angka-angka yang dihasilkan oleh Maslow untuk menggambarkan yang cukup penting, namun sayangnya, kesalahan ini masih menunjukkan atas. Beberapa saat teks lapor ini angka, dan satu menambahkan bahwa "tidak setuju dengan banyak kritik namun angka ini, terutama angka 10% untuk diri actualization (Ivancevich & Matteson, 2002, hal 152). It would seem buku yang rentan terhadap "virus" yang menyelisip, menyebarluaskan, mengubah, dan menjadi pengetahuan umum sebagai penulis buku membangkitkan satu sama lain dan lintas memeriksa bab. 
Petikan hanya tercantum juga mendukung kepedulian kami kedua: Maslow's positif pesan sedang tidak adil undercut. Buku yang presentasi dari hirarki Maslow dari biasanya diikuti dengan surat protes yang walaupun masih banyak manajer merasa intuitively berguna, model itu tidak didukung oleh penelitian. Secara khusus, penelitian telah gagal untuk menemukan bukti bahwa individu dgn keras kemajuan melalui hirarki, yaitu tingkat yang lebih rendah perlu harus totally puas sebelum tingkat selanjutnya dapat mulai menyediakan Motivational 
kekerasan. Dinyatakan sebagai satu buku, "Beasiswa yang kebanyakan diberhentikan dari teori Maslow. . . karena banyak terlalu kaku untuk menjelaskan dinamis dan tidak stabil karakteristik kebutuhan karyawan "(McShane & Von Glinow, 2005, hal 140). Menambahkan banyak buku yang Alderfer dari teori erg dikembangkan untuk mengatasi masalah ini dengan Maslow dari teori, karena menyatakan bahwa lebih dari satu harus dapat diaktifkan pada saat yang sama. Bukti untuk lebih fleksibel pendekatan ini dipandang sebagai "mendorong." 
Walaupun penting bagi siswa untuk mewujudkan peran penelitian dalam menyediakan 
diandalkan pengetahuan, ini kritik yang tidak valid oleh kutipan sebelumnya. Alasan yang ditawarkan pada awalnya Maslow hipotesis adalah contoh untuk mengilustrasikan titik bahwa model adalah penyederhanaan (karena semua teori tersebut) dan yang biasa dalam kehidupan, perilaku sering kalikan ditentukan, yaitu beberapa kebutuhan dan tidak dapat beroperasi sekaligus. Untuk kutipan Maslow (1943) lagi, "Sebagian besar anggota masyarakat yang sebagian puas dalam segala kebutuhan mereka pada waktu yang sama." Kemudian, ia menambahkan, "setiap perilaku termotivasi. . . adalah saluran melalui banyak kebutuhan yang dapat dinyatakan secara simultan atau puas. Biasanya, sebuah 
telah bertindak lebih dari satu motivator "(hal. 370). 

Maslow dipahami bahwa sangat cairan dan munculnya kombinasi dari kebutuhan dan kegiatan dalam ritme yang sehari-hari kehidupan. Manusia selamat oleh grup bonding bersama (kebutuhan sosial) untuk memenuhi tantangan makanan dan tempat tinggal. Bahkan, sekarang Anda, pembaca, mungkin ada beberapa kebutuhan yang beroperasi secara bersamaan karena anda membaca ini (misalnya, keingintahuan, kehausan untuk pengetahuan, dan kelaparan). Ternyata bahwa peneliti itu benar: Tidak ada bukti yang kaku kemajuan melalui hirarki atau bahwa menyelesaikan satu tingkat memastikan munculnya berikutnya, tetapi ini tidak pernah dari teori Maslow. 
Ketiga utama keprihatinan tentang cakupan saat ini adalah "alat" dari perspektif yang ditawarkan adalah model. Randolph Baru, dalam percakapan dengan empat penulis buku terkemuka (Cameron, Lussier, Irlandia, New, & Robbins, 2003), menyimpulkan bahwa keempat menulis buku mereka untuk mendukung manajerial ideologi. 


Robbins, yang mewakili mayoritas utama OB penulis buku, 
tertentu adalah kepentingan di sini. 

OB teks. . . mendukung perspektif manajerial. Ini mencerminkan pasar-sekolah bisnis. Kita perlu kui kepada Allah produktivitas, efisiensi, tujuan, dll ini sangat mempengaruhi variabel tergantung pada peneliti yang schoose dan penulis buku yang digunakan. Jadi kita mencerminkan bisnis schoolvalues. (hal 714) 

Sebagai Joan Gallos (1996) mencatat, "kepercayaan yang kuat dalam rasionalitas teknis. . . 
kami tetap terkunci ke dalam metode pengajaran dan tentunya format yang menyampaikan empirically manajemen berbasis kebenaran "(hal. 295). Meskipun menyampaikan informasi, keterampilan, dan tips dalam mengelola orang lain adalah penting, maka semakin besar begs pertanyaan nilai-nilai, arti, dan kepemimpinan, yang Maslow yang sangat prihatin. 
Surgically mengeluarkan hirarki, dan menambahkan tips lain untuk mengatur, melanggar semangat Maslow lebih besar dari pekerjaan. Hidup sistem memiliki integritas. "Dividing gajah yang setengah tidak memproduksi dua gajah kecil" (Senge, 1990, hal 66). 
Kurang konteks yang lebih besar, manajemen pendekatan dapat menjadi manipulasi mind-set yang sudah banyak membawa siswa untuk topik motivasi. Bagaimana cara orang untuk melakukan apa yang Anda inginkan? Dalam wortel dan tongkat Teori X pendekatan, Anda memberikan sesuatu. Dalam konteks hirarki, Anda menyediakan cara bagi mereka untuk mendapatkan kebutuhan mereka terpenuhi. Maksudnya, tentu saja, bagian terbaik, tapi ada banyak lagi ke dalamnya. Kita perlu melampaui keterbatasan "alat" perspektif lain untuk pengelolaan yang lebih besar konteks kepemimpinan. Kedua Maslow (1965) dan berpengalaman manajemen pendidik telah mengambil bunga deep kepemimpinan di semua dimensi bervariasi: nilai-nilai dan etika (Lund Dean & Beggs, 2006), spiritualitas dan makna (Neal, 1997), emosional (Brown, 2003), Sistem berpikir dan kesinambungan (Bardoel & Haslett, 2006; Bradbury, 2003), dan kesadaran diri pribadi dan pertumbuhan (Bilimoria, 2000a, 2000b; Weintraub & Hunt, 2004; Schmidt-Wilk, Heaton, & Steingard, 2000). 
Pantas kita dapat melakukan koneksi ke motivasi ini penting dimensi kepemimpinan oleh pemahaman dan pengajaran Maslow baik. 


Apakah Dia Sebenarnya apa Katakanlah? 
Maslow memainkan peran kunci awal dalam gerakan psikologi humanistik, terkadang dikenal sebagai "kekuatan ketiga" dalam psikologi. Dia merasa stifled di Amerika psikologi didominasi oleh behaviorisme. Dia sangat percaya bahwa manusia lebih dari billiard balls renang pada tabel kehidupan. Maslow (1943) diawali dengan pernyataan bahwa keutuhan terpadu dari organisme harus menjadi salah satu batu fondasi dari teori motivasi, yaitu motivasi (dan semua topik OB) tidak dapat belajar hanya dalam isolasi. Motivasi harus dilihat dalam konteks keseluruhan dan yang lainnya dalam kaitannya dengan fokus utama. Berdasarkan pengalaman klinis psikologi, dia inductivelyconstructed yang kaya model yang memaksa dan kebutuhan yang kita pindahkan ke tindakan. 
Selama beberapa dekade, Maslow menjadi semakin intrigued oleh apa yang ia akhirnya diberi label "mencapai jauh dari sifat manusia" (Maslow, 1971). Dia berusaha untuk membangun sebuah pengertian tentang menghargai manusia terbaik mereka. Kontras dengan keasyikan dari Freudian psychopathology, ini "psikologi kehidupan yang lebih tinggi" ini hadir untuk menjawab pertanyaan "tentang apa yang manusia harus tumbuh ke arah" (Maslow, 1964, hal 7). Ia mewawancarai orang-orang yang telah diidentifikasi sebagai orang besar dan menemukan bahwa mereka telah menjadi dirinya entah lebih lengkap. Dia mulai menguraikan lebih rinci yang 
proses dan karakter dari diri-actualization. 
Maslow dalam tampilan, self-actualization bukan merupakan endpoint, tetapi sebuah proses yang melibatkan puluhan sedikit pilihan pertumbuhan yang memerlukan resiko dan membutuhkan keberanian. Dia mencatat bahwa hal ini merupakan jalan sulit untuk mengambil dan sering menempatkan kami di peluang dengan dan norma masyarakat sekitar. Dia juga menemukan bahwa orang-orang selfactualizing sangat berkomitmen dalam aksi untuk inti nilai-nilai yang kelihatan sangat mirip dengan yang disampaikan dalam semua tradisi agama besar. Ini "makhluk-nilai" yang sederhana namun sulit untuk mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari tantangan-misalnya, kebenaran, keadilan, kebaikan, keindahan, ketertiban, kesederhanaan, 
dan makna atau purposefulness. 
Dia mengamati bahwa diri actualizers telah attuned mereka unik alam hayati (bakat, suka, selera, dll) dan memiliki keunikan, intangible alam rohani, sebuah kombinasi yang saling-nilai dan tujuan. Ia melihat nilai-nilai ini sebagai "meta motivators." Sebagai contoh, individu mungkin akan dipindahkan untuk mencari keadilan di dunia, serta melakukan keadilan untuk mereka sendiri atau kebenaran suara batin. Secara umum, mereka berusaha untuk menempatkan sesuatu dan hak untuk melakukannya dengan cara yang tepat. Untuk seseorang, self-actualizers telah terlibat secara mendalam dengan segera dunia. Mereka juga lebih mungkin untuk melaporkan puncak, di luar pengalaman yang membantu mereka lihat di luar segera dan mengembangkan fokus rohani. Mereka "yang disebut" untuk bertindak, dan mereka merespon. 
Kami melihat bahwa ada beberapa identitas berbeda dan dimensi selfactualization ke dalam tulisan-tulisan dari Maslow: diri yang unik, pengalaman dan kelebihan puncak, spiritualitas dan makna, dan estetika-unsur kreatif. Meskipun dimensi ini tidak pernah benar-benar disortir keluar, Maslow telah mulai menempatkan diri sebagai kelebihan yang tertinggi perlu (Koltko-Rivera, 2006). Dia membantu apa mulai ada beberapa yang disebut "kekuatan keempat": menjelajahi peran kelebihan dari diri sendiri dan spiritualitas dalam psikologi pribadi. Kami setuju bahwa kita harus menemukan diri kita benar dan unik untuk mengetahui bahwa ini adalah bagian dari yang lebih besar masih utuh. Banyak orang yang tergabung dalam penyelidikan ini, dan pada 1969, dia membantu mendirikan Journal of Transpersonal Psychology. Lain telah diambil ini menantang bekerja di lapangan oleh organisasi menjelaskan peran penting artinya dan spiritualitas di tempat kerja dan kepemimpinan. Seperti halnya Jung, yang halus dan luasnya makna dari koneksi yang telah dibuat Maslow peluncuran penting bagi pemikir dari semua jenis. 
  Akhirnya, Maslow (1965) juga salah satu dari sekelompok kecil yang terhubung groundbreakers psikologi yang positif dari orang-orang yang praktis tantangan dari manajemen dan produktivitas. Ia melihat pengelolaan dan pendidikan sebagai potensi Arenas untuk menjangkau lebih banyak orang daripada satu-satu pada pendekatan pengobatan tradisional. Dia berjuang untuk memahami kemanusiaan pada posisi terbaik dan berusaha untuk membuat positif psikologi dan visi yang positif untuk kedua-dua individu dan pemimpin. Nya luas konsep kepemimpinan dan kolaborasi merupakan tempat untuk meletakkan kami memahami motivasi. 
Dalam konteks OB pedagogi, karena kami terus berusaha lebih tinggi pengajaran keunggulan dalam pelayanan pengembangan seluruh orang (Bowen, 1980; Boyatzis & McLeod, 2001; International Komisi pada Apostolate dari Jesuit Pendidikan, 1986), kami Maslow yakin bahwa telah banyak menawarkan alat sederhana luar. Kita perlu mencari apa karyanya dapat kami kirim sekitar satu dari kelaparan dan batin keinginan untuk puncak kinerja, kreativitas, etika, nilai, dan makna, dan interconnections semua proses ini dalam konteks manajemen dan kepemimpinan. Kami telah membuat latihan yang kami percaya akan membantu kami untuk mendapatkan nilai yang lebih dalam dan harapan yang kita lihat dalam tulisan-tulisan dari Maslow. 

AN UNTUK INDUCTIVELY latihan membangun 
J ROAD MAP OF HUMAN NATURE 

Pendahuluan. Pedagogi banyak didominasi oleh pendekatan deduktif pengetahuan. Dalam kepentingan efisiensi, temuan kunci dan model yang disajikan dalam paket rapi. Bila pendekatan ini adalah pasangan dengan ujian, "Beritahu saya apa yang penting" menjadi umum menahan diri dari siswa. Sebaliknya, latihan ini menggunakan induktif, discovery metode yang parallels Maslow asli pendekatan, dan dasar informasi yang menjadi motivasi para siswa sendiri pengalaman. Walaupun beberapa siswa lebih suka model kompak presentasi, yang intrinsik kepentingan tertentu akan pertanyaan hook paling lambat lain: Apakah sifat manusia? Apakah Anda bergerak untuk bertindak? What do you really need? What do you want? Why do you want? Apa saja yang hilang bagi Anda? Apa yang sudah Anda? 

Cat dasar yang pompa. Topik adalah motivasi, dan pertanyaan yang utama adalah apa yang kami bergerak untuk bertindak. Out loud Kami heran mengapa orang-orang yang benar-benar di sini, sekarang, di kamar ini. Apa motif adalah kekuatan yang membawa Anda disini? Kami meminta mereka untuk menilai 1-10 tingkat energi mereka, kepuasan, dan produktivitas selama seminggu. Kami juga meminta mereka untuk mengambil dua momen terbaik dari kinerja dan dua pengalaman nyata kepuasan dalam beberapa minggu terakhir. Singkat ini menghargai latihan (Yballe & O'Connor, 2000) membantu memberikan kedalaman pada sesi dan berat untuk fokus ke arah yang terbaik dari apa yang kami dapat, sesuai dengan semangat Maslow. Setelah kami berbagi singkat definisi sebagai kebutuhan kita mengalami ketegangan yang menyokong kita untuk bertindak, kami sarankan mungkin cukup berguna agar selesai, semuanya-anda-mau-ke-tahu "peta jalan" dari kebutuhan manusia dan motivasi. Kami lebih menyerahkan gambar yang besar ini tidak hanya akan menjadi besar untuk pegang kompleks dinamika di tempat kerja, tetapi juga bantuan yang besar untuk memahami pengalaman kami sendiri dan kami semua 
sehari-hari antar kelompok dan situasi. 

Brainstorming-kelompok kecil. Setelah menawarkan beberapa contoh dari kebutuhan, kami memulai kerja membangun sebuah "peta jalan sifat manusia." Kami telah menemukan bahwa reframing motivasi ini lebih besar dan lebih bermakna konteks cenderung hook baik siswa dan instruktur dari imajinasi dan maka hasil yang lebih semangat dan kreativitas. Kami meminta kami yang akan dibentuk tim untuk classproject mencoba brainstorming tertulis daftar kebutuhan. "Kami ingin setiap dan semua yang telah pernah dialami, dilihat, atau mendengar tentang!" 
Brainstorming menyenangkan adalah kerja, dan daftar kebutuhan adalah mudah sukses dalam suatu kelompok untuk tahap awal pembangunan. Ia juga lebih menarik bagi mereka untuk bisa berhubungan dengan pengalaman hidup mereka sendiri dibandingkan mendengarkan keterangan daftar lima kebutuhan manusia, yang à la Maslow grafik. Tepat di dalam kamar, ada ratusan tahun manusia untuk menimba pengalaman di atas bangunan yang kaya, experientially berdasar peta! Bahkan, kami telah menemukan bahwa siswa biasanya mampu menghasilkan 90% dari hampir semua topik yang kami telah bertanya ke brainstorming, misalnya, keterampilan manajemen, kualitas yang ideal, efektif grup, sumber perbedaan persepsi, sumber stres , dan seterusnya. Karena mereka bekerja, kami pergi berkeliling untuk berinteraksi dengan kelompok, memberikan dorongan atau dua, dan mengingatkan mereka yang memproduksi brainstorming yang benar-benar tidak lucu atau tidak baik bisu brainstorming! "Put down segalanya, dan apa-apa. Censor nanti. "(Variasi lain yang memakan waktu sedikit lagi adalah untuk meminta kelompok-kelompok kecil untuk membuat collages gambar dari majalah tua yang menyatakan bahwa mereka memaksa mengemudi dalam diri sendiri atau merasa bahwa" mata mereka menangkap "sebagai sesuatu yang penting tentang sifat manusia dan motivasi. ) 

Pelaporan dan wawancara. Setelah waktu yang singkat, kami judul board "THE ROAD MAP OF HUMAN NATURE" dan meminta kelompok-kelompok kecil untuk melaporkan out. Seperti yang kita mulai "hanya record" tiga atau empat item per kelompok, kami unobtrusively mengatur data lebih tinggi dan rendah pada papan tanpa memberitahukan pada kami berikut dari hirarki Maslow. Biasanya ada yg melinglungkan array dari kebutuhan. Banyak item, seperti pendidikan atau mobil baru, bisa di beberapa 
tempat, sehingga kami meminta penjelasan mengapa yang dibutuhkan. Beberapa item kita taruh di sebelah kiri dari papan untuk menangani nanti (uang, jenis kelamin) dan lain-lain dalam "tidak yakin" wilayah di sebelah kanan. Setelah mereka menguras daftar mereka, kami meminta jika ada ide lain telah datang ke pikiran. Akhirnya, kami menyimpulkan, "Jadi, ini is, total berbagai kebutuhan manusia? Segala sesuatu yang Anda selalu ingin tahu? . . . Apakah ada hal lain, di waktu atau tempat yang ada mungkin diperlukan? " 
Dalam proses ini dan membuat laporan ide, anggota kelompok belajar untuk menghargai dan kepercayaan mereka sendiri dan orang lain, sedangkan sumber daya kita untuk berfungsi sebagai sumber daya dalam membantu untuk mengatur dan label output, dan kemudian menghubungkan dan mengintegrasikan ke kursus topik dan tema. Mereka merasa kompeten, dan kita pintar. 
Dengan begitu banyak bahan untuk bekerja melalui, pilihan dan ketertiban benar-benar suatu hal tentunya tujuan, preferensi pribadi, dan jalu-of-the-saat wawasan. Kita mulai di marveling oleh kekayaan ekspresi, yang mencatat puluhan item yang terdiri kami jalan peta. Kami kemudian mengambil beberapa baris untuk memisahkan item yang sesuai dengan tingkat Maslow model dan menanyakan apakah ada bahwa nya tanggapan telah dipetakan ke dalam hirarki Maslow's. 
Kami sebentar menjelaskan biologis dan kekuatan-kekuatan emosional yang membuat rendah melebihi kebutuhan. Jika anda kehabisan udara, semua kekhawatiran lainnya dengan cepat lupa! Karena kami menemukan cara untuk menangani kebutuhan fisiologis, mereka kehilangan intensitas, dan dapat mengubah perhatian ke masalah lainnya, seperti kebutuhan keselamatan dan keamanan. Kita semua perlu beberapa pesanan dan stabilitas dalam kehidupan kita: Apakah saya makan besok? Saya aman dari bahaya fisik? Saya akan OK? Kebutuhan seperti itu juga dapat menjadi sangat intens dan mengusir kekhawatiran lainnya untuk sementara waktu. Ketiga dengan tingkat kebutuhan sosial, kami tunjukkan bahwa kami, kami deepest akar, makhluk sosial. Itu adalah suku yang bertahan. Setiap orang di dalam kamar dan selalu telah complexly saling berhubungan dengan orang lain. Kami adalah yang pertama fisik, tapi sebagai bayi, kami segera mulai bonding, sosial dan alam menjadi cukup jelas. Kami ikatan dengan orang lain di seluruh dunia dan kita perlu teman, keluarga, penyertaan, penerimaan, dan kasih tak bersyarat. 
Keempat tingkat berfokus pada kebutuhan diri. Sifat dasar kami juga individu. Dengan bahasa, kita mulai membentuk identitas pribadi, yang selalu berakar dalam matriks sosial tertentu waktu dan tempat. Kami terpisah dari yang lain dan existentially sendiri. Karena kami merasa aman dan kami yakin dalam keanggotaan grup, perhatian kami dapat kembali berdiri keluar dari grup tersebut. Kami perlu dimasukkan, namun kami juga berusaha untuk berdiri selain dan mempengaruhi orang lain. Bagus diri adalah "nyenyak berdasarkan kemampuan nyata, prestasi, dan rasa hormat dari yang lain. . . . Memuaskan kebutuhan harga diri mengarah ke perasaan percaya diri, nilai, kekuatan, kemampuan, dan kecukupan yang berguna dan penting di dunia "(Maslow, 1943, hal 382). 
Daftar menghargai kebutuhan sebagai "lebih tinggi" telah menyebabkan sejumlah crosscultural perdebatan. Perkataan tinggi cenderung mengandung lebih baik, tetapi kami tidak menemukan bukti bahwa apapun Maslow dihakimi memotivasi seseorang dikuasai oleh diri kebutuhan (disukai oleh budaya individualistis) sebagai seseorang yang lebih baik dari pada tingkat kebutuhan sosial (budaya yang disukai oleh favor kolektivisme). Dia hanya melihat "kebutuhan sosial" lebih sebagai dasar, atau pra-kuat. Hidup adalah konstan dari pembukaan diri. Aspek tertentu dari alam kami tampil pertama, dan lain-lain yang kemudian dibawa untuk bermain. Selain itu, setiap bentuk budaya baik sosial dan individu alam bersama. Relatif terhadap sejarah dan keadaan yang berbeda, masing-masing mengembangkan konfigurasi unik dari tingkah laku dan nilai-nilai yang membentuk ekspresi dari kebutuhan dan menempatkan penekanan dan aksen yang berbeda pada masing-masing kebutuhan. Hofstede (1977) menemukan bahwa masyarakat Amerika overemphasizes individualisme. Ini adalah yang lebih baik, suci, lebih tinggi, lebih efektif daripada motivasi kolektif penekanan? Maslow menyimpulkan bahwa akan berfungsi 
terutama di salah satu sosial atau diri tingkat dangerously adalah tidak lengkap dan sehat. Untuk diperpanjang psychodynamic perawatan tingkat kebutuhan masing-masing sebagai mengorganisir, tetapi tidak lengkap psikologi kerja, lihat Schwartz (1983). 
Pada tahap ini, kami tunda dan kami kembali musibah awal tentang mengapa orang-orang di sini. Kami mencoba untuk menempatkan alasan dalam hirarki dan berspekulasi mengenai berbagai kekuatan motivasi untuk menghasilkan kinerja yang sangat baik di sekolah dan bekerja. Kami menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk menggunakan model ini untuk menggambarkan dan menganalisa satu kinerja dan menunjukkan bahwa lebih banyak data dikumpulkan oleh memeriksa apa kebutuhan lainnya telah datang ke dalam bermain selama minggu terakhir. Apa perlu-memuaskan perilaku telah di layanan dari tujuan Anda? 
Apa yang telah mengganggu? Bagaimana mungkin sebuah buku harian atau jurnal akan lebih bermanfaat dalam membangun kesadaran? Kami memberikan kelompok-kelompok kecil beberapa menit untuk berbagi beberapa contoh yang baik dan performa terbaik untuk membuat mereka yang ada di motivasi. Kami tunjukkan bahwa terdapat cerita atau pola yang paling underlies kinerja terbaik dari kami. Anda perlu menjelaskan dan mengembangkan storyline ini kontras dengan yang terkait dengan cukupan 
kinerja (Adams, 1986). 
Dua item, uang dan seks, biasanya sangat menarik dan pusat untuk memahami motivasi. Kita kadang-kadang bermain devil's menganjurkan kepada mereka yang menentang adalah uang yang paling kuat dan efektif motivator. Cara efektif adalah uang untuk anda? Apakah janji sebesar $ 100 di akhir semester membantu Anda belajar hari ini dan besok? How so? Data yang kami kirim kebahagiaan keluarga yang membuat $ 100,000 tidak bahagia daripada orang-orang yang membuat $ 50,000. Can this be true? 
"Sex" mungkin paling Amusing, ketika kelas gagal apa-apa. Kami umumkan, "Kami telah menarik berita, peta jalan kita tidak lengkap, dan Anda benar-benar ada sesuatu yang baik untuk melihat ke depan!" Ini bisa menjadi baik diskusi tentang apa yang kami "sebenarnya" alam. Semua motivasi akan dapat dikurangi dengan drive biologis dari seks dan agresi, à la Freud? Atau apakah kita memiliki sifat rohani (sebagai intangible sebagai cinta atau ego) yang sama nyata dalam dan efek yang "menarik" kita untuk bertindak (à la Jung, Maslow, dan semua agama-agama besar)? Apa hubungan antara kedua realitas, biologi dan rohani? Apakah mereka selalu bertentangan dan konflik? Kita dapat bersama-sama merayakan kedua? 

MASLOW, THE SELF, DAN LAIN-LAIN: 
J LECTURETTE ON SELF-ACTUALIZING 
Pertanyaan kami intangible alam lead kami untuk melihat "self-actualization", dan kita perlu melakukan penggalian untuk mendirikan apa ini benar-benar berarti. Umumnya, hanya sedikit yang dilaporkan kebutuhan (misalnya, rohani, agama, yang berarti, tantangan) memenuhi syarat untuk kategori ini. Peta jalan memerlukan kerja; ia masih kabur dan tidak lengkap. Kami meminta ada berapa banyak mendengar istilah self-actualization dan dapat menentukan berapa banyak itu. Meskipun beberapa orang telah mendengar istilah ini, jarang adalah mahasiswa dapat secara terperinci pada maknanya. Membuat diri anda "sebenarnya" adalah yang paling mendasar yang berarti. Walaupun terdengar cukup sederhana, tidak mudah menurut Maslow. "Kita harus berhati-hati untuk hanya menyiratkan bahwa kehidupan yang lebih tinggi pada prinsipnya adalah mungkin, dan tidak pernah itu mungkin, atau mungkin, atau mudah untuk mencapai" (Maslow, 1965, hal 314). Jadi bagaimana kita menjadi lebih nyata? Kami menawarkan beberapa Maslow's saran perilaku yang mengarah ke self-actualization: 

Actualizing dan diri sendiri. Maslow memberikan beberapa gagasan tentang bagaimana kita dapat 
fokus pada pertumbuhan internal. 

1. Melihat hidup sebagai rangkaian pilihan. "Membuat pertumbuhan pilihan, daripada takut pilihan belasan kali sehari adalah untuk memindahkan belasan kali sehari untuk aktualisasi diri " (Maslow, 1971, hal 44). Hidup adalah berharga. Menjadi penasaran dan tertarik dengan pilihan dan hasil. Percobaan, mencerminkan, memperbaiki. 
2. Jadi diri sendiri dengan jujur, bertanggung jawab, menjadi adil, dan benar ke salah satu dari suara batin yang kuat strategi. "Apa yang baik untuk selera Anda, apa yang Anda percaya benar?" Sederhana ini perilaku lambat satu akar yang kuat di dasar sendiri unik alam. Mereka akhirnya memberi keberanian untuk berbeda, untuk membela diri dan untuk satu dari convictions, dan sulit untuk mempertahankan sebuah misi dalam menghadapi tekanan dari luar untuk kesesuaian dan kebutuhan pribadi untuk keselamatan, penerimaan, dan status. 
3. Ada "sesuatu ke kagumi, untuk korban" untuk diri, "untuk menyerah pada, untuk mati untuk" (Maslow, 1964, hal 42). Anda berada di tanah yang solid dalam diri actualizing perjalanan bila mencari sesuatu yang lebih besar dari yang terbatas, individual sendiri. Perjalanan berlangsung lebih mendalam ketika anda menempatkan diri anda dalam pelayanan yang lebih besar dari diri sendiri-seperti negara, iman, atau martabat manusia. 
4. Jadi terbuka untuk kekal, yang ilahi, yang mulia, suci, dan puitis. Anda kembali tradisi agama dengan mata baru, mencoba meditasi (Alexander, Rainforth, & Gelderloos, 1991); puncak pengalaman pemberitahuan Anda. Artis dari rute ini adalah untuk membuka diri dan membolehkan lebih besar "memaksa" untuk menyatakan dirinya, sehingga transcending batasan yang sempit kecil sadar pikiran mengarahkan semua aktivitas dan sangat memperluas daya kreatif. Maslow melihat teramat aspek puncak pengalaman sebagai elemen penting dalam belajar untuk menghargai abadi dan suci. Mengembangkan dan menjelaskan kami sisi rohani dan mengidentifikasi dengan tujuan yang lebih meluas dan memperkuat diri di dunia bergolak (Schmidt-Wilk dkk., 2000). Kita bisa berpikir kegiatan ini sebagai disiplin untuk membangun "rohani intelijen." Jadi yang menjadi rohani pada manusia perjalanan. 

Cukup actualizing dan lain-lain. Maslow juga mempunyai nasihat bagi diri actualizing 
ketika sedang dengan orang lain. 

1. Sejujurnya dengan yang lain, tidak akan takut terhadap kebenaran. Sebenarnya sering memerlukan keberanian, meningkatkan integritas, dan kredibilitas buttresses. Adalah orang yang jujur dalam posisi yang lebih efektif untuk melayani orang lain untuk pelatih dan mentor, seperti saudara memberikan koreksi, untuk memberikan masukan bahwa mendengar dan lainnya dapat digunakan, atau untuk memberikan hiburan dan kenyamanan kepada mereka yang bingung atau menderita. "Semua profoundly serius, akhirnya-baik dari orang yang bersangkutan akan dapat melakukan perjalanan bersama untuk jarak yang sangat panjang" (Maslow, 1964, hal 54). 
2. Menganut nilai-nilai Anda sebelum orang lain. "Mencoba untuk menjadi nilai-bebas, yang akan mencoba teknologi murni (berarti tanpa berakhir). . . semua ini adalah nilai confusions, filosofis dan axiological kegagalan. . . . Dan pasti, mereka berkembang biak semua nilai pathologies "(Maslow, 1964, hal 51). 
3. Membantu orang lain untuk menjadi diri actualizers dan mengembangkan kemampuan untuk puncak pengalaman. Yang terbaik adalah mengasumsikan bahwa "non-peakers" benar-benar "lemah" peakers daripada orang-orang yang tidak memiliki kapasitas semuanya (Maslow, 1964, hal 86). Seperti yang lain mulai melihat dirinya sebagai puncak telah memiliki pengalaman, ia ispossible bagi mereka untuk memahami dan mengenali dengan besar "peakers." 

Mencari dan menjadi satu dari diri penting adalah bekerja, namun ide coopted telah ada di mana-mana dan misinterpreted oleh staf pemasaran (misalnya, "It's all about me!"). Kami tajam dicatat bahwa Maslow menemukan bahwa diri sendiri tidak actualizers-tengah, tetapi cukup sebaliknya. Untuk seseorang, self-actualizers memiliki mind-set yg bekerja sebagai bertentangan dengan komparatif (apa-apa-I-get) pendekatan. Individu ini diperpanjang sendiri dan berusaha untuk meningkatkan 
kesejahteraan mereka dan kelompok masyarakat. Batin mereka dan melihat ke luar. Pilihan mereka dalam apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya yang dipandu oleh pemahaman mereka sendiri yang unik bakat, preferensi, nilai, dan makna. Pengalaman mereka sendiri diperpanjang termasuk ke dunia yang lebih luas. 


Untuk lebih memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai dimensi selfactualization, 
Kami meminta kelompok untuk mengambil beberapa menit ke daftar beberapa nilai-nilai inti mereka mendukung atau diidentifikasi sebagai agama penting dalam pelatihan. Kelas cukup terkejut apabila kita bandingkan dengan daftar mereka sedang-nilai yang penting dalam kehidupan orang-orang yang diidentifikasi sebagai diri actualizing: kejujuran, kebenaran, keindahan, keadilan, kebaikan, keutuhan, kesederhanaan, yang berarti, dan sebagainya (Maslow, 1965, chap. 23). Kami bertanya, "Apakah kita tidak perlu ini? Mengapa tidak mereka pada peta? (Mereka adalah jarang, by the way.) Dapatkah anda bayangkan dunia (atau suatu organisasi) tanpa seperti kualitas, di mana semuanya adalah abu-abu, tarnished, dan jelek? " 
Maslow (1971) berpendapat bahwa rohani yang sakit, yang anomie, hasil saat ini sedang intangible-nilai tersebut tidak hadir dalam satu kehidupan atau dalam satu komunitas. Alam rohani kami memiliki set persyaratan unik. Hal ini sebagai dasar dan nyata kita sebagai biologis alam. Berapa banyak energi yang kita berinvestasi dalam menciptakan keindahan, kebenaran, kebaikan, martabat, yang berarti, dan keadilan pada hari-hari dasar? Mengapa tidak kita bayangkan hidup dengan beberapa kualitas di tempat? 

Kami percaya bahwa ada air terjun kecil dari konsekuensi positif dalam proses selfactualization yang antidotes yang kuat dari kekuatan-kekuatan budaya pop dan birokrasi yang tetap hidup begitu banyak kita beroperasi dalam modus kekurangan. Kaum muda, pada saat tertentu, menemukan dirinya dalam laut yang luas dari foto dan cerita dari defisit, kelemahan, pemisahan, dan kerentanan, nampaknya terbaik melalui kerakusan, konsumsi, dan murah thrills (Vaill, 1989). Sedemikian "pengejaran kebahagiaan," massal sadar menjadi perhatian dan tindakan overfocused keamanan, sosial, dan kebutuhan ego dan tidak fundamental. 
Tentu saja, actualizers sendiri juga memiliki kebutuhan. Mereka makan dan akan lapar lagi besok. Mereka perlu keamanan dan kasih dan penghargaan seperti orang lain. Itulah sebabnya kami kolektif manusia alam. Perbedaannya adalah bahwa upaya mereka adalah kebutuhan dasar yang disusun, aligned, ditinggikan, dan sublimated oleh makna dan tujuan, yang berakar dalam benarperkataannya rasa satu dari nilai-nilai, inclinations, dan bakat, serta pengalaman dan sambungan ke dengan "diri yang lebih besar." semacam perspektif membantu moderat kecepatan lebih rendah dari kegelisahan dan ketertiban deprivations. Self-actualizer lebih diarahkan batin, kepuasan menunda sampai saat yang tepat. Melalui percobaan dan refleksi, memuaskan kebutuhan dasar menjadi terpadu, secara sadar dikelola dari seluruh aspek kehidupan dan tidak wajib atau putus asa, atau mendominasi dari semua kekhawatiran lainnya. J terjadi pergeseran paradigma: Anda menjadi orang yang memiliki kebutuhan, bukan orang miskin. 
Individu, seperti budaya, harus memecahkan tantangan dari adaptasi eksternal dan integrasi internal. Hanya individu dilengkapi untuk memenuhi tantangan-nya di jalan yang optimum. Kami menggunakan konsep pembangunan berkelanjutan (Bradbury, 2003) untuk menunjukkan bahwa proses self-actualization adalah inti dari pembangunan kebahagiaan: untuk menemukan satu keunikan diri sebagai dasar untuk menjadi pengurus sendiri pertumbuhan, untuk perjuangan dengan arti dari keberadaan, dan untuk reintegrate satu dari berbagai bakat, natures, dan nilai-nilai. Ini, kami percaya, juga jalan kepemimpinan. 

Memperluas MASLOW kepada organisasi-organisasi dan kepemimpinan 

Maslow dan self-actualization berbicara langsung kepada kelompok topik penting dalam kepemimpinan saat ini menulis dan pedagogi: tahu diri, keahlian personal, dan emosional (Bennis, 1989; Boyatzis, 1994; Drucker, 1999; Dupree, 1990; Goleman, 1997; Senge , 1990); nilai, arti, spiritualitas, dan etika (Bolman & Deal, 2001; Daniels, Franz, & Wong, 2000; Pendidikan Kode Etik Tugas, 2004; Ferris, 2002; Tischler, 2000; Vaill, 1989), dan kualitas dan kinerja puncak (Deming, 2000; Walton, 1988). Mirip dengan cara yang overarching proses self-actualization reshapes dan memandu pertemuan agar lebih rendah dari kebutuhan, yang lebih luas konteks kepemimpinan membantu kami lebih memahami motivasi dan menggunakan alat-alat manajemen. "Bagus guru. . . mampu merangkaikan web yang rumit dari hubungan di antara mereka, subjek, dan mahasiswa "(Palmer, 1998, hal 11). There are endless cara untuk melakukan koneksi ini. Kami menawarkan beberapa contoh dan pikiran, tetapi akhirnya sampai profesor setiap pribadi untuk menemukan cara-cara yang bermakna untuk menerangi orang kaya koneksi ke kepemimpinan. 
Kami biasanya mulai akhir diskusi oleh rhetorically meminta apa jalan peta alam manusia berarti untuk kepemimpinan. Kami mulai diskusi dengan kebutuhan yang kami simpan untuk akhir: MUTU. Kualitas, tombol fokus dari manajemen terbesar kecenderungan lamanya, belum tiba di grup brainstorming! Hal ini ironis dengan MBA siswa, karena banyak yang telah terkena Total Quality Management program. Apakah kita harus memiliki kualitas? Apakah orang lain? Apa dasar kami perlu untuk kualitas? Seberapa dekat ke permukaan adalah 
it? Bagaimana menjadi pemimpin kunci kepedulian untuk semua? Untuk membangun "kualitas" dalam hidup Anda, langkah apa yang akan Anda perlu mempertimbangkan secara khusus? Apakah sistem manajemen, budaya apa, apa yang akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas? 
Jepang transcended organisasi palsu pembelahan dua peningkatan kualitas versus biaya, dengan mengambil pandangan jangka panjang. Mereka menemukan bahwa fokus yang intens pada akhirnya menyebabkan kualitas inovasi dalam proses kerja. Penurunan biaya dan kualitas meningkat. Mereka menunjukkan bahwa kualitas produk yang tersambung, terpadu budaya kerja yang terus berusaha untuk memperbaiki, daripada serangkaian perbaikan cepat. Dalam cara yang sama, ketika mencoba untuk mendamaikan kebutuhan individu dan kebutuhan organisasi, Maslow (1965) berpendapat bahwa tujuan akhir dari organisasi, individu, dan masyarakat tidak di peluang tetapi sebenarnya sepakat dalam panjang istilah. Pemimpin yang terbaik melihat interconnections, melampaui dilemmas yang tulus, dan berusaha untuk menciptakan sinergi dan alignment antara kebutuhan dan tujuan dari semua tiga. Hal ini tidak mudah, tentu saja. Memerlukan, antara lain, pemahaman yang mendalam penuh peta jalan dan mencapai jauh dari sifat manusia. 
Maslow (1965) percaya bahwa kepemimpinan kuat harus dalam pelayanan yang sedang-nilai: meletakkan sesuatu tepat, deepening tujuan, sehingga hal-hal benar, lebih indah, dan seterusnya. Pemimpin yang baik menyediakan keperluan dan tujuan yang bernilai sekitar merawat dan kerajinan bekerja untuk sebuah yayasan rohani makna (Bolman & Deal, 2001). Dia bisa menghargai dan bekerja sama dengan orang lain agama dan praktek-praktek spiritual (Pielstick, 2005). 
Dengan meningkatnya harapan untuk melakukan etika dan pendidikan, Maslow-tidak memungkinkan, kita memerlukan-pertanyaan untuk meningkatkan nilai. Lund Dekan dan Beggs (2006) menemukan bahwa sebagian besar usaha fakultas percaya "etika adalah nilai-driven dan internal membangun, tetapi dengan mengajar kepatuhan-driven dan eksternal metode" (hal. 40). Maslow positif dari visi tentang peran yang sedang-nilai kepemimpinan dalam memberikan internal konteks ini menempatkan kepatuhan dan pendekatan analisis kritis. Visi positif ini membantu para pelajar dan praktisi pantai atas etika tujuan yang terlalu sering terganggu erosi dalam bersaing dengan jangka pendek bottom line (Bardoel & Haslett, 2006), terutama ketika siswa mengetahui standar ganda perusahaan (Rynes, Quinn Trank, Lawson , & Ilies, 2003). 

Kita harus menantang asumsi yang baik etika biaya perusahaan uang (Jackson, 2006). Serupa untuk jangka panjang fokus pada kualitas, suatu fokus beingvalues kepemimpinan yang efektif adalah strategi. Memberikan pemimpin dengan kemampuan untuk lebih mudah mengidentifikasi masalah dengan lebih luas. Ia adalah lebih baik dapat menemukan Common tanah dengan pihak lain untuk membangun saling tergantung dan menghasilkan dialog kreatif, daripada tetap berjuang selama Singkatnya, dalam kehidupan dan berak-is-a-hutan, dan-kerugian-is-my-mendapatkan. 

Pengaruh, kuasa, ide-ide kreatif, dan cinta tidak tetap kuantitas. Tidak seperti tetap nyata sumber daya yang begitu banyak logika bisnis dan prosedur didasarkan, kami dapat menghasilkan lebih penting tersebut tetapi intangible kualitas kami melalui interaksi dan kepemimpinan. Kita dapat meniadakan pengaruh dari satu sama lain sehingga tidak ada, atau kita dapat memperpanjang bersama pengaruh yang kuat pada acara unfolding. Jika saya berbagi ide dengan grup, saya masih punya ide saya, dan bersama-sama kita dapat membangun lebih banyak lagi. Semacam sinergi yang lebih holistik dan berbasis di saling saling tergantung. It transcends yang egois pembelahan dua-tak mementingkan diri sendiri. It is "aktual persepsi yang lebih tinggi kebenaran" (Maslow, 1965, hal 97) dan terbaik untuk bertaruh tenaga berkelanjutan kinerja tinggi. 
Jelas bahwa kepemimpinan, bahkan pada skala kecil siswa kelompok proyek, merupakan tantangan berusaha. Mahasiswa harus pergi ke luar pengelolaan lain juga mengatur diri dalam proses kepemimpinan (Yballe & O'Connor, 2007). Harus datang sebagai kejutan yang tidak berkelanjutan memerlukan kepemimpinan refleksi, mandiri konfrontasi, dan belajar. Self-actualization adalah penting untuk memperkuat dan memperdalam internal jangkar diperlukan untuk bertahan dalam menghadapi pergolakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan ketidakpastian. Kami mencari ini sambungan dari diri actualization dan kepemimpinan untuk menyelesaikan latihan, tetapi juga di seluruh saja. 
Satu surat protes terakhir: Manajemen profesor yang terus berhadapan dengan keputusan sulit yang luasnya versus mendalam. Kami yakin bahwa keutuhan dari peta jalan dan kaya sambungan dari Maslow untuk memberikan kepemimpinan yang cukup diingat dan kerangka ke alamat lainnya teori dan model motivasi bahwa pembaca menemukan penting. Peta jalan kegiatan yang memungkinkan untuk merangkaikan profesor dalam tampilan lain pada titik atau menyediakan foreshadowing untuk sesi berikut. 

Kesimpulan: What Would Have Kami Maslow Do? 

Peta jalan latihan jelas membawa cahaya ke berbagai dimensi kita sifat: fisik, sosial, individu, dan rohani. Pada setiap saat, dan di suatu masa, kita diarahkan dan diambil oleh berbagai kebutuhan dan saling berhubungan. Tiap-tiap dimensi yang nyata, sangat penting, dan membutuhkan perhatian untuk kesehatan dan keutuhan. Maslow menawarkan skema kaya untuk memahami diri kita sendiri, orang lain, dan situasi kepemimpinan .

 Maslow (1965) menyadari bahwa kita perlu teori kepemimpinan dan motivasi yang memadai untuk tugas-tugas organisasi yang modern. Ia berpikir telah memberikan fondasi yang kuat untuk tidak hanya banyak theorists kepemimpinan modern, tetapi juga untuk umum lintas fertilizations dari filosofi, sistem pemikiran, dan psikologi humanistik, misalnya, Transpersonal dan Psikologi Integral (Wilber, 1996). Maslow (1971) railed terhadap "pengaruh yang secara bodoh dan ubiquity terbatas teori motivasi dari seluruh dunia" (hal. 310), misalnya, menimbulkan efek-behaviorisme, Freudian reductionism kehidupan manusia hanya biologi drive, kosong-menegur sosiologis model, dan materialistis, rasional-model ekonomi yang mendasari banyak usaha pendidikan. "Kami harus mengatakan dgn kasar dari 'sains' perekonomian yang umumnya terampil, aplikasi teknologi yang totally palsu teori kebutuhan manusia dan nilai-nilai, sebuah teori yang hanya mengakui keberadaan rendah atau bahan kebutuhan" (hal. 310) . 
Sekarang kita tahu bahwa buku karyawan adalah aset berharga dalam lingkungan yang kompetitif secara global, namun hal ini tidak cukup. Mereka bukan karyawan atau aset, mereka adalah orang-orang (Drucker, 2002). Orang-orang "masalah" dalam organisasi adalah unstructured dan penuh dengan ketidakpastian. Struktur yang lebih nyata dan pertimbangan teknis dari bisnis, karena mereka lebih konkrit dan mudah diakses, sepertinya akan lebih menarik dan yang paling menarik dan sumber daya energi. Teknis sistem, dalam arti, lebih kuat. Terlalu sering "aset berharga" atau sistem sosial merupakan afterthought yang "program" diterapkan. 
J subtler kesulitan dengan berfaedah, pendekatan aset berharga yang digambarkan oleh nasib para pensiunan yang kuda pacu. Yang lengket masalah "apa yang telah dilakukan untuk me Anda akhir-akhir ini" muncul. Apa yang terjadi ketika saya menjadi kurang "berharga" dan yang mengatakan bila saya tidak lagi bernilai? Sosial lem dari komitmen yang akhirnya melemah. 
The mind-set dan metode sesuai dengan akuntansi dan pengelolaan aset dan nomor jatuh pitifully pendek, ketika kita perlu orang dan beroperasi pada tim kreatif mereka yang terbaik di tingkat dunia. Itu tidak cukup hanya menyediakan alat untuk mengelola aset lain sebagai. Meskipun penting untuk memahami kami di dunia yang bergolak dan keterampilan yang dibutuhkan untuk maju (O'Connor, 2001), Maslow juga telah kita (sebagai pemimpin pedagogis) menetapkan siswa pada jalur kepemimpinan, misalnya, meningkatkan diri kesadaran dan kemampuan untuk mandiri discovery (O’Neil & Hopkins, 2002), deepening satu dari pengetahuan dan rasa ingin tahu tentang alam manusia, dan mencari dan menyambung ke tujuan yang lebih luas dan tujuan hidup dan bekerja (Bolman & Deal, 2001) . Untuk semua topik di OB, Maslow mengharuskan kami untuk membuat eksplisit nilai dan latar belakang kepemimpinan. Jalan kepemimpinan menjadi berkembang, kekal konteks untuk mengumpulkan dan menggunakan alat-alat manajemen, 
dan dasar untuk bergabung bersama-sama dengan orang lain dalam kegiatan di tingkat kinerja dan kreativitas. 
Sebagai profesor, kami telah berperan sebagai coaches (O’Neil & Hopkins, 2002) di siswa dan sedang menjadi: perpanjangan tangan di bagian siku, memberikan sentuhan yang tak kelihatan, menciptakan iklim kebebasan dan martabat, meminta deep pertanyaan, menantang nilai-nilai, dan panggilan untuk refleksi. Pedagogi dan kita harus menghargai (Yballe & O'Connor, 2004), kami membantu siswa agar mereka menyadari puncak dan pengalaman terbaik saat. "Ada semacam I-kamu komunikasi dari intimates, dari teman-teman. . . yang kemudian memungkinkan orang lain untuk melihat dan menghargai seniman besar dan pemimpin besar "(Maslow, 1964, hal 87). Tugas kita adalah untuk membantu siswa menjadi sadar bahwa mereka dapat memiliki pengalaman diri dan membangun actualizing pada pengalaman sebagai dasar untuk hidup yang memuaskan dan kepemimpinan. Kami ingin siswa untuk lebih baik menggunakan pengetahuan dan alat-alat mereka memperoleh, dan jadi kita juga harus memberikan yang positif dan berkelanjutan visi kepemimpinan dan kehidupan: tantangan dan sukacita dari perjalanan, bekerja bersama-sama seolah-olah masa depan mattered, komitmen terhadap nilai-nilai inti, dedikasi untuk tujuan yang lebih tinggi. It's "jantung dari kerinduan akan terhubung dengan ukuran besar kehidupan" (Palmer, 1998, hal 5). 
Akhirnya, profesor OB juga harus mengambil sendiri sebagai pengembangan serius sebagai orang lain (Bilimoria, 2000c). Sebagai Palmer (1998) cogently argumentasi, kita yang mengajar kita, "saya tahu saya mahasiswa dan subyek sangat tergantung pada diri sendiri pengetahuan" (mukasurat 2). Hal ini berlaku untuk OB dan kepemimpinan. Venturing menuju jalan kepemimpinan dan penemuan diri dgn baik sekali lagi kita acquaints dengan teori, keterampilan, dan nilai-nilai yang kami mengajar. Kami percaya yang lebih dalam dari Maslow akan memotivasi dan inspirasi yang OB profesor untuk menemukan cara untuk mencari dan menjelaskan nya nilai dasar kepemimpinan dan untuk mengajar. 
Pada tingkat dasar, Maslow tantangan dari pekerjaan kami untuk mencerminkan pada tujuan kita saja, secara keseluruhan saja desain dan pilihan pedagogi, dan akhirnya dengan nilai-nilai yang kita merangkul dan panduan yang kami pilihan. Pertumbuhan pribadi selalu melibatkan diri konfrontasi. Saya terjadi di luar netral, obyektif penyedia teori dan alat-alat untuk para manajer untuk mendapatkan hasil? Saya bersama-sama membantu siswa yang jalan sendiri-penemuan positif dan memberikan visi dan model kepemimpinan? Adalah setiap topik kegiatan dan kesempatan untuk mencari kepemimpinan dan arti? Dimana saya melalui kelas ini, melalui program ini, saya mengajar melalui? Saya sebenarnya orang yang terlibat dalam mencari diri merendahkan diri dan mencari wawasan lebih di setiap kelas? Kita perlu terus mencari kesempatan untuk refleksi dan umpan balik untuk mengambil lebih bertujuan pada "target batin" dari yang kita (Herrigel, 1978). 
Dalam jangka panjang, Maslow juga tantangan kami mempertimbangkan keutuhan kehidupan kita, kontribusi kami bekerja, dan keseluruhan makna yang kita. Konfrontasi diri ini menempatkan kami pada jalur kepemimpinan dengan melibatkan kami yang lambat, dan kadang-kadang menyakitkan, proses pedagogis kerajinan pilihan dan tindakan yang align dengan kami dan menjelaskan nilai-nilai dan bakat unik.


References
Adams, J. D. (1986). Achieving and maintaining personal peak performance. In Transformingleadership: from vision to results. Alexandria, VA: Miles River Press.
Alexander, C. N., Rainforth, M. V., & Gelderloos, P. (1991). Transcendental Meditation, selfactualization, and psychological health: A conceptual overview and statistical meta–analysis.Journal of Social Behavior and Personality, 6, 189-247.
Bardoel, E. A., & Haslett, T. (2006). Exploring ethical dilemmas using the “drifting goals”archetype. Journal of Management Education, 30, 134-148.
Bennis, W. (1989). On becoming a leader. New York: Addison-Wesley.
Bilimoria, D. (2000a). Management education’s commitments to students. Journal of Management Education, 24, 422-423.
Bilimoria, D. (2000b). Redoing management education’s mission and methods. Journal of Management Education, 24, 161-166.
Bilimoria, D. (2000c). Teachers as learners: Whither our own development? Journal of
  Management Education, 24, 302-303.
Bolman, L. G., & Deal, T. E. (2001). Leading with soul. San Francisco: Jossey-Bass.
Bowen, D. D. (1980). Experiential and traditional teaching of OB: A dubious distinction.
Exchange: The Organizational Behavior Teaching Journal, 5, 7-12.
Boyatzis, R. E. (1994). Stimulating self-directed learning through the managerial assessment and development course. Journal of Management Education, 18, 304-323.
Boyatzis, R. E., & McLeod, P. L. (2001). Our educational bottom line: Developing the whole person. Journal of Management Education, 25, 118-123.
Bradbury, H. (2003). Sustaining inner and outer worlds: A whole-systems approach to developing sustainable business practices in management. Journal of Management Education, 27, 172-187.
Brown, R. B. (2003). Emotions and behavior: Exercises in emotional intelligence. Journal ofManagement Education, 27, 122-134.
Cameron, K. S., Lussier, R. D., Ireland, R. N., New, R. J., & Robbins, S. P. (2003). Management textbooks as propaganda. Journal of Management Education, 27, 711-729.
Daniels, D., Franz, R. S., & Wong, K. (2000). A classroom with a worldview: Making spiritual assumptions explicit in management education. Journal of Management Education, 24,540-561.
Deming, W. E. (2000). Out of the crisis. Cambridge, MA: MIT Press.
Drucker, P. F. (1999). Managing oneself. Harvard Business Review, 77, 64-74.
Drucker, P. F. (2002). They’re not employees, they’re people. Harvard Business Review, 80, 70-77.
Dupree, M. (1990). Leadership is an art. New York: Random House.
Ethics Education Task Force. (2004). Ethics education in business schools: Report of the EthicsEducation Task Force to AACSB International’s board of directors. Retrieved January 8,2007, from ttp://www.aacsb.edu/Resource_Centers/EthicsEdu/EETF-report-6-25-04.pdf
Ferris, W. P. (2002). Gifting the organization. Journal of Management Education, 26, 717-731.
Gallos, J. V. (1996). On teaching and educating professionals. Journal of Management Education,20, 294-297.
Goleman, D. (1997). Emotional intelligence: Why it can matter more that IQ. New York: Bantam.
Herrigel, E. (1978). Zen and the art of archery. New York: Random House.
Hofstede, G. (1977). Cultures consequences: International differences in work related values.Beverly Hills, CA: Sage.
Hunt, J. M., & Weintraub, J. R. (2004). Learning developmental coaching. Journal of ManagementEducation, 28, 39-61.International Commission on the Apostolate of Jesuit Education. (1986, December 8). The characteristics of Jesuit education. Retrieved January 8, 2007, from the Jesuit Education Web site:http://www.sjweb.info/education/doclist.cfm
Ivancevich, J., & Matteson, M. (2002). Organizational behavior and management (6th ed.).New York: McGraw-Hill/Irwin.
Jackson, K. T. (2006). Breaking down the barriers: Bringing initiatives and reality into business
ethics education. Journal of Management Education, 30, 65-89.
Koltko-Rivera, M. E. (2006). Rediscovering the later version of Maslow’s hierarchy of needs:
Self-transcendence and opportunities for theory, research, and unification. Review of General
Psychology, 10, 302-317.
Lund Dean, K., & Beggs, J. M. (2006). University professors and teaching ethics: Conceptualizations
and expectations. Journal of Management Education, 30, 15-44.
Maslow, A. H. (1943). A theory of motivation. Psychological Review, 50, 370-396.
Maslow, A. H. (1964). Religions, values, and peak-experiences. Columbus: The Ohio State University Press.
Maslow, A. H. (1965). Eupsychian management: A journal. Homewood, IL: Dorsey.
Maslow, A. H. (1971). The farther reaches of human nature. New York: Viking.
McGregor, D. (1960). The human side of enterprise. New York: McGraw-Hill.
McShane, S., & Von Glinow, M. (2005). Organizational behavior: Emerging realities for the
workplace revolution (3rd ed.). New York: McGraw-Hill/Irwin.
Neal, J. A. (1997). Spirituality in management education: A guide to resources. Journal of
Management Education, 27, 121-139.
O’Connor, D. J. (2001). The organizational behavior future search. Journal of Management
Education, 25, 101-112.
O’Connor, D. J., & Yballe, L. D. (2007). Team leadership: Critical steps to great projects. Journal
of Management Education, 31, 292-312.
O’Neil, D. A., & Hopkins, M. M. (2002). The teacher as coach approach: Pedagogical choices
for management educators. Journal of Management Education, 26, 402-414.
Palmer, P. (1998). The courage to teach. San Francisco: Jossey-Bass.
Patzig, W. D., & Zimmerman, D. K. (1985). Accuracy in management texts: Examples in reporting
the works of Maslow, Taylor, and McGregor. The Organizational Behavior Teaching Review, 10,
1985-1986.
Pielstick, C. D. (2005). Teaching spiritual synchronicity in a business leadership class. Journal
of Management Education, 29, 153-168.
Rynes, S. L., Quinn Trank, C., Lawson, A. M., & Ilies, R. (2003). Behavioral coursework in
business education: Growing evidence of a legitimacy crisis. Academy of Management
Learning and Education, 2, 269-283.
Schein, E. H. (2004). Organizational culture and leadership. San Francisco: Jossey-Bass.
Schmidt-Wilk, J., Heaton, D. P., & Steingard, D. (2000). Higher education for higher consciousness:
Maharishi University of Management as a model for spirituality in management
education. Journal of Management Education, 24, 580-611.
Schwartz, H. S. (1983). Maslow and the hierarchical enactment of organizational reality.
Human Relations, 36, 933-956.
Senge, P. M. (1990). The fifth discipline: The art and practice of the learning organization.
New York: Currency Doubleday.
Tischler, L. (2000). The growing interest in spirituality in business: A long-term socio-economic
explanation. In G. Biberman & M. Whitty (Eds.), Work and spirit: A reader of new spiritual
paradigms for organizations. Scranton, PA: University of Scranton Press.
Vaill, P. (1989). Managing as a performing art. San Francisco: Jossey-Bass.
Walton, M. (1988). The Deming management method: The complete guide to quality management.
New York: Perigree.
Wilber, K. (1996). Up from eden. Adyar, India: Theosophical Publishing.
Yballe, L. D., & O’Connor, D. J. (2000). Appreciative pedagogy: Constructing positive
models for learning. Journal of Management Education, 24, 474-483.
Yballe, L. D., & O’Connor, D. J. (2004). Toward a pedagogy of appreciation. In D. Cooperrider
& M. Avital (Eds.), Advances in appreciative inquiry: Constructive discourse and human
organization (pp. 171-192). New York: Elsevier Science.






Senin, 25 Mei 2009

GAJI KE 13 VS BIAYA SEKOLAH

PEMBERIAN GAJI KE 13

Berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan No.33/PB/2007 tentang Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan bulan ketiga belas dalam tahun anggaran 2007 kepada Pegawai negeri Sipil, pejabat Negara dan Penerima Pensiun/tunjangan.

Kemungkinan besar, para PNS dan pensiunan akan menerima gaji ke 13 pada bulan Juni ini.

Tunggu saja tanggal cairnya.

Bulan Juni-Juli merupakan bulan-bulan Ongkos. Bulan-bulan Juni-Juli merupakan bulan libur sekolah. Sudah menjadi kebiasaan umum pada bulan-bulan tersebut banyak acara hajatan umumnya pernikahan dan khitanan.

Liburan juga memerlukan biaya banyak untuk acara liburan bersama keluarga. Dan yang tak kalah pentingnya adalah biaya yang harus di persiapkan khususnya untuk pembayaran sekolah.Rata Penuh


Pemerintah telah menepati janjinya dengan membayarkan GAJI ke 13 sebesar satu kali gaji pokok beserta tunjangan,yang dibayarkan utuh tanpa potongan.

Gaji ke 13 sudah mulai dibayarkan sejak tangal 25 Juni 2007. Adapun untuk para pensiunan bisa mencairkan gaji ke 13 di kantor bayar masing-masing sejak tanggal 25 Juni 2007 kemarin.

Amat beruntung bagi suami istri semuanya PNS karena masing-masing mendapat Gaji 13 sehingga cukup lumayan untuk membantu biaya pendidikan putra-putri mereka.

Ironisnya, biaya pendidikan ternyata tetap tinggi, khususnya untuk-sekolah-sekolah yang bermutu. Sehingga walaupun ada penerimaan gaji ke 13, para PNS aktif yang mempunyai putra-putri usia sekolah/kuliah tetap harus mencari tambahan untuk biaya sekolah.

Fenomena ini adalah sebuah kenyataan umum. Semoga pemerintah bisa mengambil kebijaksanaan yang lebih baik khususnya untuk biaya pendidikan, agar masyarakat ekonomi lemah juga tetap bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Pembayaran Gaji ke 13

Para PNS,ABRI dan Pensiunan boleh berlega hari karena Pemerintah telah menepati janjinya dengan membayarkan Gaji ke 13 sebesar satu kali gaji beserta tunjangan sejak tanggal 25 Juni 2007 kemarin. Semoga Pemberian Gaji ke 13 membawa manfaat bagi penerimanya khususnya untuk membantu biaya pendidikan.


SUMBER :
http://hywulan.multiply.com/journal/item/6

MOTIVASI BELAJAR

Oleh: AsianBrain.com Content Team



Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal itu bergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orangtuanya.

Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu, dia bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang hebat dengan tujuan membahagiakan orangtuanya.

Apa saja, sih, faktor-faktor yang membedakan motivasi belajar seseorang dengan yang lainnya?
Beberapa faktor di bawah ini sedikit banyak memberikan penjelasan mengapa terjadi perbedaaan motivasi belajar pada diri masing-masing orang, di antaranya:

* Perbedaan fisiologis (physiological needs), seperti rasa lapar, haus, dan hasrat seksual
* Perbedaan rasa aman (safety needs), baik secara mental, fisik, dan intelektual
* Perbedaan kasih sayang atau afeksi (love needs) yang diterimanya
* Perbedaan harga diri (self esteem needs). Contohnya prestise memiliki mobil atau rumah mewah, jabatan, dan lain-lain.
* Perbedaan aktualisasi diri (self actualization), tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.


Stimulus motivasi belajar
Terdapat 2 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu:

* Pertama, motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan.
* Kedua, motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.


Tips-tips meningkatkan motivasi belajar
Motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi.

Yuk, ikuti tips-tips berikut untuk meningkatkan motivasi belajar kita:

* Bergaullah dengan orang-orang yang senang belajar
Bergaul dengan orang-orang yang senang belajar dan berprestasi, akan membuat kita pun gemar belajar. Selain itu, coba cari orang atau komunitas yang mempunyai kebiasaan baik dalam belajar.

Bertanyalah tentang pengalaman di berbagai tempat kepada orang-orang yang pernah atau sedang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, orang-orang yang mendapat beasiwa belajar di luar negeri, atau orang-orang yang mendapat penghargaan atas sebuah presrasi.

Kebiasaan dan semangat mereka akan menular kepada kita. Seperti halnya analogi orang yang berteman dengan tukang pandai besi atau penjual minyak wangi. Jika kita bergaul dengan tukang pandai besi, maka kita pun turut terciprat bau bakaran besi, dan jika bergaul dengan penjual minyak wangi, kita pun akan terciprat harumnya minyak wangi.
* Belajar apapun
Pengertian belajar di sini dipahami secara luas, baik formal maupun nonformal. Kita bisa belajar tentang berbagai keterampilan seperti merakit komputer, belajar menulis, membuat film, berlajar berwirausaha, dan lain lain-lainnya.
* Belajar dari internet
Kita bisa memanfaatkan internet untuk bergabung dengan kumpulan orang-orang yang senang belajar. Salah satu milis dapat menjadi ajang kita bertukar pendapat, pikiran, dan memotivasi diri. Sebagai contoh, jika ingin termotivasi untuk belajar bahasa Inggris, kita bisa masuk ke milis Free-English-Course@yahoogroups.com.

Bergaulah dengan orang-orang yang optimis dan selalu berpikiran positif
Di dunia ini, ada orang yang selalu terlihat optimis meski masalah merudung. Kita akan tertular semangat, gairah, dan rasa optimis jika sering bersosialisasi dengan orang-orang atau berada dalam komunitas seperti itu, dan sebaliknya.

Cari motivator
Kadangkala, seseorang butuh orang lain sebagai pemacu atau mentor dalam menjalani hidup. Misalnya: teman, pacar, ataupun pasangan hidup. Anda pun bisa melakukan hal serupa dengan mencari seseorang/komunitas yang dapat membantu mengarahakan atau memotivasi Anda belajar dan meraih prestasi.

"Resep sukses: Belajar ketika orang lain tidur, bekerja ketika orang lain bermalasan, dan bermimpi ketika orang lain berharap." --William A. Ward

SUMBER :
http://www.anneahira.com/motivasi/index.htm

Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Ujian

Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik dengan maupun tanpa pr / pekerjaan rumah. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru akibat dikejar-kejar waktu memiliki dampak yang tidak baik.

Berikut ini adalah tips dan triks yang dapat menjadi masukan berharga dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan atau ujian :

1. Belajar Kelompok
Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatannya adalah membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru.

2. Rajin Membuat Catatan Intisari Pelajaran
Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada. Namun catatan tersebut jangan dijadikan media mencontek karena dapat merugikan kita sendiri.

3. Membuat Perencanaan Yang Baik
Untuk mencapai suatu tujuan biasanya diiringi oleh rencana yang baik. Oleh karena itu ada baiknya kita membuat rencana belajar dan rencana pencapaian nilai untuk mengetahui apakah kegiatan belajar yang kita lakukan telah maksimal atau perlu ditingkatkan. Sesuaikan target pencapaian dengan kemampuan yang kita miliki. Jangan menargetkan yang yang nomor satu jika saat ini kita masih di luar 10 besar di kelas. Buat rencana belajar yang diprioritaskan pada mata pelajaran yang lemah. Buatlah jadwal belajar yang baik.

4. Disiplin Dalam Belajar
Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.

5. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya
Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya. Tawarkanlah pada teman untuk bertanya kepada kita hal-hal yang belum dia pahami. Semakin banyak ditanya maka kita dapat semakin ingat dengan jawaban dan apabila kita juga tidak tahu jawaban yang benar, maka kita dapat membahasnya bersama-sama dengan teman. Selain itu

6. Belajar Dengan Serius dan Tekun
Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian. Ketika waktu luang baca kembali catatan yang telah dibuat tadi dan hapalkan sambil dimengerti. Jika kita sudah merasa mantap dengan suatu pelajaran maka ujilah diri sendiri dengan soal-soal. Setelah soal dikerjakan periksa jawaban dengan kunci jawaban. Pelajari kembali soal-soal yang salah dijawab.

7. Hindari Belajar Berlebihan
Jika waktu ujian atau ulangan sudah dekat biasanya kita akan panik jika belum siap. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh pelajar yang belum siap adalah dengan belajar hingga larut malam / begadang atau membuat contekan. Sebaiknya ketika akan ujian tetap tidur tepat waktu karena jika bergadang semalaman akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak.

8. Jujur Dalam Mengerjakan Ulangan Dan Ujian
Hindari mencontek ketika sedang mengerjakan soal ulangan atau ujian. Mencontek dapat membuat sifat kita curang dan pembohong. Kebohongan bagaimanapun juga tidak dapat ditutup-tutupi terus-menerus dan cenderung untuk melakukan kebohongan selanjutnya untuk menutupi kebohongan selanjutnya. Anggaplah dengan nyontek pasti akan ketahuan guru dan memiliki masa depan sebagai penjahat apabila kita melakukan kecurangan.

Semoga tips cara belajar yang benar ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua, amin


sumber :
http://universitas-swasta.blogspot.com/2008/12/tips-dan-trik-cara-belajar-yang-baik.html

EVALUASI PEMBELAJARAN

Ditulis pada oleh kiranawati

A.Pengertian Evaluasi Pembelajaran

Sesungguhnya, dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran, assessment dan evaluasi. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran ini, antara lain adalahsebagai berikut:

1).tujuan pengukuran,

2).ada objek ukur,

3).alat ukur,

4).proses pengukuran,

5).hasil pengukuran kuantitatif.

Sementara, pengertian asesmen (assessment) adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan. Sedangkan evaluasi secara etimologi berasal dari bahasa Inggeris evaluation yang bertarti value, yang secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian. Namun, dari sisi terminologis ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, yakni:

a).Suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu.

b).Kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.

c).Proses penentuan nilai berdasarkan data kuantitatif hasilpengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.

Berdasarkan pada berbagai batasan 3 jenis penilaian di atas, maka dapat diketahui bahwa perbedaan antara evaluasi dengan pengukuran adalah dalam hal jawaban terhadap pertanyaan “what value” untuk evaluasi dan “how much” untuk pengukuran. Adapun asesmen berada di antara kegiatan pengukuran dan evaluasi. Artinya bahwa sebelum melakukan asesmen ataupun evaluasi lebih dahulu dilakukan pengukuran

Sekalipun makna dari ketiga istilah (measurement, assessment, evaluation) secara teoretik definisinya berbeda, namun dalam kegiatan pembelajaran terkadang sulit untuk membedakan dan memisahkan batasan antara ketiganya, dan evaluasi pada umumnya diawali dengan kegiatan pengukuran (measurement) serta pembandingan (assessment).

Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guruakan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Adapun langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri dari:

(1)perencanaan,

(2)pengumpulan data,

(3)verifikasi data,

(4)analisis data, dan

(5)interpretasi data.

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai

A.Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Dalam konteks pelaksanaan pendidikan, evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:

1).Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

2).Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran.

3).Untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya.

4).Untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.

Selain fungsi di atas, penilaian juga dapat berfungsi sebagai alat seleksi, penempatan, dan diagnostik,guna mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran. Penjelasan dari setiap fungsi tersebut adalah:

a).Fungsi seleksi. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, yaitu menyeleksi calon peserta suatu lembaga pendidikan/kursus berdasarkan kriteria tertentu.

b).Fungsi Penempatan. Evaluasi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan penempatan agar setiap orang (peserta pendidikan) mengikuti pendidikan pada jenis dan/atau jenjang pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing.

c).Fungsi Diagnostik. Evaluasi diagnostik berfungsi atau dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesulitan belajar tersebut.

B.Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian berkelanjutan, otentik, akurat, dan konsisten dalam kegiatan pembelajaran di bawah kewenangan guru di kelas. PBK mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. Bila selama dekade terakhir ini keberhasilan belajar siswa hanya ditentukan oleh nilai ujian akhir (EBTANAS/UAN), maka dengan diberlakukannya PBK hal itu tidak terjadi lagi. Naik atau tidak naik dan lulus atau tidak lulus siswa sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru (sekolah) berdasarkan kemajuan proses dan hasil belajar siswa di sekolah bersangkutan. Dalam hal ini kewenangan guru menjadi sangat luas dan menentukan. Karenanya, peningkatan kemampuan profesional dan integritas moral guru dalam PBK merupakan suatu keniscayaan, agar terhindar dari upaya manipulasi nilai siswa.

PBK menggunakan arti penilaian sebagai “assessment”, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar siswa pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan pembelajaran. Data atau informasi dari penilaian di kelas ini merupakan salah satu bukti yang digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan. PBK merupakan bagian dari evaluasi pendidikan karena lingkup evaluasi pendidikan secara umum jauh lebih luas dibandingkan PBK. (Lihat gambar 2).


Gambar 8.1: PBK sebagai bagian dari evaluasi

PBK mencakup kegiatan pengumpulan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa dan pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan informasi tersebut. Pengumpulan informasi dalam PBK dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi, di dalam atau di luar kelas, menggunakan waktu khusus atau tidak, misalnya untuk penilaian aspek sikap/nilai dengan tes atau non tes atau terintegrasi dalam seluruh kegiatan pembelajaran (di awal, tengah, dan akhir). Di sekolah sering digunakan istilah tes untuk kegiatan PBK dengan alasan kepraktisan, karena tes sebagai alat ukur sangat praktis digunakan untuk melihat prestasi siswa dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan, terutama aspek kognitif.

Bila informasi tentang hasil belajar siswa telah terkumpul dalam jumlah yang memadai, maka guru perlu membuat keputusan terhadap prestasi siswa:

1).Apakah siswa telah mencapai kompetensi seperti yang telah ditetapkan?

2).Apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat lebih lanjut?

3).Apakah siswa harus mengulang bagian-bagian tertentu?

4).Apakah siswa perlu memperoleh cara lain sebagai pendalaman (remedial)?

5).Apakah siswa perlu menerima pengayaan (enrichment)?

6).Apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan pembelajaran, pemilihan bahan ajar atau buku ajar, dan penyusunan silabus telah memadai?

Pada pelaksanaan PBK, peranan guru sangat penting dalam menentukan ketepatan jenis penilaian untuk menilai keberhasilan atau kegagalan siswa. Jenis penilaian yang dibuat oleh guru harus memenuhi standar validitas dan reliabilitas, agar hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk itu, kompetensi profesional bagi guru merupakan persyaratan penting. PBK yang dilaksanakan oleh guru, harus memberikan makna signifikan bagi orang tua dan masyarakat pada umumnya, dan bagi siswa secara individu pada khususnya, agar perkembangan prestasi siswa dari waktu ke waktu dapat diamati (observable) dan terukur (measurable). Di samping itu, dengan dilaksanakannya PBK diharapkan dapat:

a).Memberikan umpan balik bagi siswa mengenai kemampuan dan kekurangannya, sehingga menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki prestasi belajar pada waktu berikutnya;

b).Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa, sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan perkembangan, kemajuan dan kemampuannya;

c).Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas apabila terjadi hambatan dalam proses pembelajaran;

d).Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda antara masing-masing individu;

Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas pendanaan, sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan secara serius dan konsekwen.

Prinsip-prinsip PBK

Sebagai bagian dari kurikulum berbasis kompetensi, pelaksanaan PBK sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan komponen yang ada di dalamnya. Namun demikian, guru mempunyai posisi sentral dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan kegiatan penilaian. Untuk itu, dalam pelaksanaan penilaianharus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1).Valid

PBK harus mengukur obyek yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis alat ukur yang tepat atau sahih (valid). Artinya, ada kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang masuk salah sehingga kesimpulan yang ditarik juga besar kemungkinan menjadi salah.

2).Mendidik

PBK harus memberikan sumbangan positif pada pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu, PBK harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan untuk memotivasi siswa yang berhasil (positive reinforcement) dan sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang berhasil (negative reinforcement), sehingga keberhasilan dan kegagalan siswa harus tetap diapresiasi dalam penilaian.

3).Berorientasi pada kompetensi

PBK harus menilai pencapaian kompetensi siswa yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan/nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.

4).Adil dan obyektif

PBK harus mempertimbangkan rasa keadilan dan obyektivitas siswa, tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, latar belakang budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran. Sebab ketidakadilan dalam penilaian, dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa, karena merasa dianaktirikan.

5).Terbuka

PBK hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung, sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.

6).Berkesinambungan

PBK harus dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan dari waktu ke waktu, untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan siswa, sehingga kegiatan dan unjuk kerja siswa dapat dipantau melalui penilaian.

7).Menyeluruh

PBK harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta berdasarkan pada strategi dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa yang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.

8).Bermakna

PBK diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu, PBK hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi siswa yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.

Selain harus memenuhi prinsip-prinsip umum penilaian, pelaksanaan PBK juga harus memegang prinsip-prinsip khusus sebagai berikut:

Apapun jenis penilaiannya, harus memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui dan pahami, serta mendemonstrasikan kemampuan yang dimilikinya; Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur PBK dan pencatatan secara tepat prestasi yang dicapai siswa.

Keunggulan PBK

Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Penilaian ini dilaksanakan oleh guru secara variatif dan terpadu dengan kegiatan pembelajaran di kelas, oleh karena itu disebut penilaian berbasis kelas (PBK). PBK dilakukan dengan pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja/penampilan (performance), dan tes tertulis (paper and pencil). Guru menilai kompetensi dan hasil belajar siswa berdasarkan level pencapaian prestasi siswa.Karenanya, PBK dapat dikatakan sebagai bentuk penilaian yang paling komprehensip.

Harus disadari oleh semua pihak, bahwa sesungguhnya guru itulah yang paling mengetahui kemampuan atau kemajuan belajar siswa, bukan kepala sekolah, pengawas, apalagi pejabat struktural di Departemen atau Dinas Pendidikan. Sebab, gurulah yang sehari-hari berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa di dalam kelas dan di lingkungan sekolah. Dengan demikian, PBK yang memberi kewenangan sangat leluasa kepada guru untuk menilai siswa merupakan suatu keunggulan agar diperoleh hasil belajar yang akurat sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Selain itu, di dalam PBK guru tentu tidak dapat menilai sekehendak hatinya, melainkan harus menyampaikan secara terbuka kepada siswa untuk menyepakati bersama kompetensi yang telah dicapai oleh siswa dan standar nilai yang diberikan oleh guru.

Pelaksanaan PBK

Penilaian dilakukan terhadap hasil belajar siswa berupa kompetensi sebagaimana yang tercantum dalam KBM setiap mata pelajaran. Di samping mengukur hasil belajar siswa sesuai dengan ketentuan kompetensi setiap mata pelajaran masing-masing kelas dalam kurikulum nasional, penilaian juga dilakukan untuk mengetahui kedudukan atau posisi siswa dalam 8 level kompetensi yang ditetapkan secara nasional.

Penilaian berbasis kelas harus memperlihatkan tiga ranah yaitu: pengetahuan (koknitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) Ketiga ranah ini sebaikanya dinilai proposional sesuai dengan sifat mata pelajaran yang bersangkutan. Sebagai contoh pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Al-Quran, Aqidah-Akhlaq, fiqh, dan tarikh) penilaiannya harus menyeluruh pada segenap aspek kognitif, afektif dan psikomotorik,dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa serta bobot setiap aspek dari setiap materi. Misalnya kognitif meliputi seluruh mata pelajaran, aspek afektif sangat dominan pada materi pembelajaran akhlak, PPkn, seni. Aspek psikomotorik sangat dominan pada mata pelajaran fiqh, membaca Al Quran, olahraga, dan sejenisnya. Begitu juga halnya dengan mata pelajaran yang lain, pada dasarnya ketiga aspek tersebut harus dinilai.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian adalah prinsip kontinuitas, yaitu guru secara terus menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa. Penilaiannya tidak saja merupakan kegiatan tes formal, melainkan juga:

1).Perhatian terhadap siswa ketika duduk, berbicara, dan bersikap pada waktu belajar atau berkomunikasi dengan guru dan sesama teman;

2).Pengamatan ketika siswa berada di ruang kelas, di tempat ibadah dan ketika mereka bermain;

3).Mengamati siswa membaca Al-Qur an dengan tartil (pada setiap awal jam pelajaran selama 5 – 10 menit)

Dari berbagai pengamatan itu ada yang perlu dicatat secara tertulis terutama tentang perilaku yang ekstrim/menonjol atau kelainan pertumbuhan yang kemudian harus diikuti dengan langkah bimbingan. Penilaian terhadap pengamatan dapat digunakan observasi, wawancara, angket, kuesioner, sekala sikap dan catatan anekdot (anecdotal record).

A.Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Untuk keperluan evaluasi diperlukan alat evaluasi yang bermacam-macam, seperti kuesioner, tes, skala, format observasi, dan lain-lain. Dari sekian banyak alat evaluasi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni alat tes dan nontes. Khusus untuk evaluasi hasil pembelajaran alat evaluasi yang paling banyak digunakan adalah tes. Oleh karena itu, pembahasan evaluasi hasil pembelajaran dengan lebih menekankan pada pemberian nilai terhadap skor hasil tes, juga secara khusus akan membahas pengembangan tes untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas tes sebagai alat evaluasi.

1).Teknik Tes

Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinyapiring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok orang.

Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.

Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:

a).Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.

b).Untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.

Fungsi (a) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang fungsi (b) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes.

2).TesMenurut Tujuannya

Dilihat dari segi tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi:

a).Tes Kecepatan (Speed Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya.Tes yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes ketrampilan bongkar pasang suatu alat.

b).Tes Kemampuan (Power Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.

c).Tes Hasil Belajar (Achievement Test)

Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.

d).Tes Kemajuan Belajar ( Gains/Achievement Test)

Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.

e).Tes Diagnostik (Diagnostic Test)

Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut.

f).Tes Formatif

Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu.

g).Tes Sumatif

Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa dalam sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari.

3).Bentuk Tes

Dilihat dari jawaban siswa yang dituntut dalam menjawab atau memecahkan persoalan yang dihadapinya, maka tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis :

a).Tes lisan (oral test)

b).Tes tertulis (written test)

c).Tes tindakan atau perbuatan (performance test)

Penggunaan setiap jenis tes tersebut seyogyanya disesuaikan dengan kawasan (domain) perilaku siswa yang hendak diukur. Misalnya tes tertulis atau tes lisan dapat digunakan untuk mengukur kawasan kognitif, sedangkan kawasan psikomotorik cocok dan tepat apabila diukur dengan tes tindakan, dan kawasan afektif biasanya diukur dengan skala perilaku, seperti skala sikap.

1. Bentuk Soal Pilihan Ganda

Keunggulan dari bentuk soal pilihan ganda ini, antara lain adalah sebagai berikut:

a).Pensekoran mudah, cepat, serta objektif

b).Dapat mencakup ruang lingkup bahan/materi yang luas

c).Mampu mengungkap tingkat kognitif rendah sampai tinggi.

Sementara, selain memilliki keunggulan, soal pilihan ganda juga memiliki kelemahan, antara lain adalah sebagai berikut:

a).Menuliskan soalnya relatif lebih sulit dan lama

b).Memberi peluang siswa untuk menebak jawaban

c).Kurang mampu meningkatkan daya nalar siswa.

2. Bentuk Soal Uraian

Keunggulan dari bentuk soal uraian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

a).dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan pikiran,

b).menganalisis masalah, dan mengemukakan gagasan secara rinci

c).relatif mudah dan cepat menuliskan soalnya

d).mengurangi faktor menebak dalam menjawab

Sementara, selain memiliki keunggulan, soal uraian juga memiliki kelemahan, antara lain adalah sebagai berikut:

a).jumlah materi (PB/SPB) yang dapat diungkap terbatas

b).Pengoreksian/scoring lebih sukar dan subjektif

c).tingkat reliabilitas soal relaitf lebih rendah

4).Ciri-ciri Tes yang Baik

Sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi kriteria, yaitu memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis

a).Validitas

Sebuah alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggiapabila tes itu tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar mengukur daya ingatan atau kemampuan bahasa saja misalnya.

Untuk lebih mendukung memahami pengertian tersebut selanjutnya akan diuraikan beberapa macam kriteria validitas, yaitu:

1).Content validity (validitas isi)

Pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan rasional karena itu disebut juga rational validity atau logical validity.Batasan content validity ini menggambarkan sejauh mana tes mampu mengukur materi pelajaran yang telah diberikan secara representatif dan sejauh mana pula tes dapat mengukur sampel yang representatif dari perubahan-perubahan perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Dengan demikian suatu tes hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara content, bila tes tersebut sudah dapat mengukur sampel yang representatif dari materi pelajaran (subject matter) yang diberikan, dan perubahan-perubahan perilaku (behavioral changes) yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Misalnya apabila kita ingin memberikan tes bahasa inggris untuk kelas II, maka item-itemnya harus diambil dari bahan pelajaran kelas II. Kalau diambilnya dari kelas III maka tes itu tidak valid lagi.

2).Predictive validity (validitas ramalan)

Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) suatu alat pengukur ditunjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes hasilbelajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramlan yang tinggi, apabila hasil yang dicapai siswa dalam tes tersebut betul-betul meramalakan sukses tidaknya siswa tersebut dakam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya validitas ramalan ialah dengan mencari korelasi antara nilai-nilsi yang dicapai oleh anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai kemudian.

3).Concurent validity (Validitas bandingan)

Kejituan suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang telahdimilikisaat kini secara riil. Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar).

4).Construct Validity (validitas konstruk/susunan teori)

Yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita ingin memberikan tes kecakapan ilmu pasti, kita harus membuat soal yang ringkas dan jelas yang benar-benar akan mengukur kecakapan ilmu pasti, bukan mengukur kemampuan bahasa karena soal itu ditulis secara berkepanjangan dengan bahasa yang sulit dimengerti.

b).Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya. Reliabilitas suatu tes menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan, keterandalan atau kemantapan (the level of consistency) tes yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada kesempatan (waktu) yang berbeda., atau dengan tes yang pararel (eukivalen) pada waktu yang sama. Atau dengan kata lain sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan, atau konsisten. Artinya, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya. Contoh

Waktu tes

Nama siswa

Pengetesan

pertama

Pengetesan

Kedua

Ranking

Andi

6

7

3.a

Budi

5.5

6.6

4

Cici

8

9

1

Didi

5

6

5

Evi

6

7

3.b

Fifi

7

8

2

Ada beberapa cara untuk mencari reliabilitas suatu tes, antara lain :

1).Teknik Berulang

Tehnik ini adalahdengan memberikan tes tersebut kepada sekelompok anak-anak dalam dua kesempatan yang berlainan. misalnya suatu tes diberikan pada kepada group A. selang 3 hari atau seminggu tes tes tersebut diberikan lagi kepada group A dengan syarat-syarat tertentu.

2).TeknikBentuk Paralel

Teknik ini dipergunakan dua buah tes yang sejenis (tetapi tidak identik), mengenai isinya; proses mental yang diukur, tingkat kesukaran jumlah item dan aspek-aspek lain.

3).Teknik belah dua

Ada dua prosedur yang dapat digunakan dalam tes belah dua ini yaitu :

<Prosedur ganjil-genap, artinya seluruh item yang bernomor ganjil dikumpulkan menjadi satu kelompok dan yang bernomor genap menjadi kelompok yang lain.

<Prosedur secara random, misalnya dengan jalan lotre, atau dengan jalan menggunakan tabel bilangan random.

a).Objektivitas

Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilaian.

b).Praktikabilitas

Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis, mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:

1).Mudah dilaksanakannya; misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.

2).Mudah memeriksanya artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.

3).Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawali oleh orang lain

c).Ekonomis

Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak danwaktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.

Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteriates tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan alat tes (sosal-soal) yang berkualitas yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini :

1).Shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan

2).Relevan, dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan

3).Spesifik, soal yang hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar dengan rajin

4).Tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda). harus ada patokan; tugas ditulis konkret. Apa yang harus diminta; harus dijawab berapa lengkap

5).Representatif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan

6).Seimbang, dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak selalu perlu.

1).Teknik Nontes

Teknik nontes sangat penting dalam mengevaluasi siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan asfek kognitif. Ada beberapa macam teknik nontes, yakni: pengamatan (observation), wawancara (interview), kuesioner/angket (questionanaire), dan analisis dokumen yang bersifat unobtrusive.

a. Observasi

Contoh Pedoman Observasi

Mata Pelajaran: Biologi

Konsep/Subkonsep: 1.1 Vegetatif Buatan

1.1.1. Mencangkok

Kelas: IMA

Hari/tanggal: Ahad, 11 September 2004

Jampel ke-: 1

Nama Siswa: Ali

NO

KEGIATAN/ASPEK YANG DINILAI

NILAI

KET

1

Langkah persiapan (penyiapan alat dan bahan)

….


2

Cara mengelupas kulit bagian luar

….


3

Cara mengelupas kulit bagian dalam

….


4

Cara membersihkan getah/lendir

….


5

Cara menaburkan tanah

….


6

Cara membungkus dan mengikat

….


Jumlah

….


Rata-rata

….


Catatan: >> Pemberian nilai dapat menggunakan angka 1 – 10atau A, B, C, D

Contoh observasi dengan check-list

Mengungkap perilaku/sikap siswa dalam mengikuti pelajaran Biologi

Nama Siswa: Ali

Kelas: II

No

Kegiatan/

Aspek yang dinilai

SL

selalu

Sr

sering

Kd

kadang

TP

tdkprnh

1

Hadir tepat waktu

V

2

Rapi dalam berpakaian

V

3

Hormat kepada guru

V

4

Suka mengganggu teman

V

5

Mngerjakan PR di sekolah

V

Rekap Penilaian

b. Wawancara(Interview)

Contoh Pedoman Wawancara

1. Wawancara Terbimbing (guided interview)

Nama Siswa:

Kelas:

Hari/ Tangal:

Pokok Pembicaraan:

Mengungkap kebiasaan di rumah dan penggunaan waktu luang siswa

  1. Apa yang kamu lakukan sepulang sekolah sampai menjelang tidur?
  2. Apakah kamu suka olahraga, jenis olahraga apa? Adakah jadwal khusus untuk olahraga?
  3. Dalam sepekan berapa kali kamu belajar kelompok? Mata pelajaran apa yang paling sering dibahas bersama?
  4. Adakah kelompok belajar di tempat tinggalmu? Bagaimana peran kamu dalam kelompok tersebut?
  5. Kapan dan bagaimana cara kamu belajar di rumah?

2. Wawancara bebas (unguided interview)

Nama Siswa:

Kelas:

Hari/Tgl:

Pokok Pembicaraan:

Mengungkap tanggapan siswa terhadap kebijakan kepala madrasah tentang Kegiatan Tadabur Alam

(siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dikembangkan lebih jauh atas dasar jawaban sebelumnya, sampai diperoleh kesimpulan yang jelas atau dibatasi waktu)

c. Kuesioner (Questionaire)

Contoh penggunaan kuesioner

Nama Siswa:

  1. Pada waktu melihat sampah bertebaran di jalan, saya berusaha untuk membuang ke tempat sampah:

a.sangat sering

b.sering

c.kadang-kadang

d.jarang

e.tidak pernah

  1. Saya mengerjakan PR setelah teman-teman mengerjakan:

a.selalu

b.sering

c.kadang-kadang

d.jarang

e.tidak pernah

  1. Adam berkata kepada temannya: “Kalau tidak ada PR kita tidak perlu belajar”. Terhadap pernyataan Adam tersebut, saya:

a. sangat setuju

b. setuju

c. ragu-ragu

d. tidak setuju

e. sangat tidak setuju

A.Ringkasan

Atas dasar pemaparan dan pembahasan tentang evaluasi pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan beberapa kajian dan pembahasan yang esensial dari bab ini, yakni sebagai berikut:

1).Dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran, assessment dan evaluasi

2).Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guruakan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik

3).Evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain (a) untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, (b) untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran yang digunakan, (c) untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelompoknya, dan (d) untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.

4).Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian berkelanjutan, otentik, akurat, dan konsisten dalam kegiatan pembelajaran di bawah kewenangan guru di kelas

5).Pelaksanaan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat evaluasi, antara lain, kuesioner, tes, skala, format observasi, dan lain-lain. Dari sekian banyak alat evaluasi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni alat tes dan nontes